KMP Ungkap Beda Fakta Kejari Purwakarta: Desak Buka Akses Keadilan Kasus Dana Desa
Purwakarta Zuritnews – Selasa 28 Oktober 2025 — Komunitas Madani Purwakarta (KMP) mengungkap adanya perbedaan signifikan antara pernyataan publik Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwakarta dan dokumen resmi yang diperoleh melalui mekanisme keterbukaan informasi publik (PPID).
Temuan tersebut mengindikasikan adanya praktik penutupan akses terhadap proses penegakan hukum dalam penanganan dugaan korupsi Dana Desa di 11 desa di Kabupaten Purwakarta.
Fakta yang Terungkap
- Dalam pemberitaan nasional (Merdeka.com, Agustus 2025), disebutkan bahwa Kejari Purwakarta telah mengembalikan hampir Rp976,5 juta ke Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Dana itu disebut sebagai hasil pengembalian dari desa, dan perkara dinyatakan selesai karena hanya dianggap sebagai “kesalahan administrasi.”
- Namun, dalam surat resmi PPID Kejari Purwakarta Nomor B-3417/M.2.14.2/Dti.3/10/2025 (13 Oktober 2025) dan B-3567/M.2.14.2/Dti.3/10/2025 (23 Oktober 2025), dijelaskan bahwa tidak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) yang pernah diterbitkan atas kasus tersebut.
- Kejari juga menyebut bahwa dana tersebut masih berada di rekening titipan, bukan hasil perkara yang sudah memiliki dasar hukum final.
Fakta ini menunjukkan bahwa perkara belum pernah dihentikan secara sah, namun sebagian dana negara justru telah diserahkan ke Pemkab tanpa dasar hukum formal seperti SP3 atau putusan pengadilan.
Indikasi Penutupan Akses Keadilan
KMP menilai langkah pengembalian dana sebelum adanya keputusan hukum final berpotensi menghambat jalannya penegakan hukum dan mengaburkan pertanggungjawaban pidana.
Tindakan semacam itu dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan (abuse of authority), sebagaimana diatur dalam:
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (Tipikor): penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana;
Pasal 421 KUHP: pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menghentikan atau memaksa seseorang tidak melakukan sesuatu dapat dipidana.
Dengan demikian, langkah administratif yang menutup proses hukum substantif adalah bentuk penutupan akses keadilan publik.
Kritik atas Narasi “Kesalahan Administrasi”
KMP menolak narasi bahwa dugaan penyimpangan Dana Desa hanya merupakan kelalaian administrasi di tingkat desa. Justru, yang lebih krusial adalah potensi penyimpangan prosedur di tingkat penegakan hukum, seperti:
- Tidak ada SP3 sah, namun publik diberi kesan perkara telah dihentikan;
- Tidak ada audit investigatif independen yang menyatakan kasus bersifat administratif;
- Pengembalian dana dilakukan tanpa dasar hukum final;
- Sesuai Pasal 4 UU Tipikor, pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana korupsi.
Sikap dan Tuntutan KMP
Berdasarkan kajian hukum internal dan Legal Brief tertanggal 28 Oktober 2025, KMP menyampaikan empat langkah resmi:
- Meminta Komisi Kejaksaan RI dan Kejati Jawa Barat menelusuri dugaan penyimpangan prosedur dalam penanganan perkara Dana Desa.
- Meminta KPK RI untuk melakukan supervisi atau mengambil alih penanganan kasus guna menjamin independensi hukum.
- Meminta Ombudsman RI menindaklanjuti dugaan maladministrasi dan pelanggaran prosedur penegakan hukum.
- Menuntut keterbukaan dokumen penyelidikan dan dasar hukum pengembalian dana ke Pemkab, sesuai amanat UU Keterbukaan Informasi Publik.
Pernyataan Ketua KMP
“Penegakan hukum tidak boleh dikunci oleh alasan administratif.
Jika hampir satu miliar rupiah uang desa dikembalikan tanpa tersangka dan tanpa dasar hukum penghentian perkara, itu adalah tanda bahaya bagi keadilan publik,” Tegas Zaenal Abidin.
KMP menegaskan komitmennya untuk menjaga transparansi, integritas, dan akuntabilitas penegakan hukum, serta akan melaporkan dugaan pelanggaran prosedur ini ke lembaga pengawas dan penegak hukum nasional. Pungkas Kang ZA, sapaan Ketua Komunitas Madani Purwakarta (KMP).***(DAUP HERLAMBANG)