Purwakarta Zuritnews – Bagi kota di Indonesia yang memiliki sungai, kualitas air yang memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan adalah suatu dambaaan bukan saja pemerintahnya akan tetapi juga warganya. Warga awam yang mungkin sehari-hari melihat langsung kondisi sungai ukurannya tidak seperti seorang ahli lingkungan, tidak menggunakan berbagai parameter fisik dan kimia dalam melihat kemajuan pengelolaan sungai di suatu kawasan yang kita kenal sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS). Sampah adalah diantara ukuran yang kasat mata bagi warga.
Berbagai aktivitas perkotaan yang dilakukan warga maupun industri yang tidak mengindahkan lingkungan tentunya akan menjadi beban bagi sungai. Perlakuan terhadap sungai sebagai tempat pembuangan sampah atau limbah, menunjukan bahwa saat ini kita tidak memiliki adab yang bijak. Adab bijak seperti yang sudah ditunjukkan oleh para leluhur dimana sungai adalah bagian yang tidak boleh dipisahkan dalam kehidupan keseharian.
Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat yang panjangnya lebih dari 3300 km yang melintasi kawasan dengan luas total 682.227 Ha dan tersebar di 13 Kabupaten/Kota.
Konon kawasan yang dihuni sekitar 18 juta orang ini, atau sekitar 32% dari luas Jawa Barat, timbulan sampah sebanyak 15.838 ton per hari, diantarranya 55% sampah organik sebanyak 55%, dan 15,35% sampah plastik.
Kunjungan Komandan Sektor 14 Citarum Harum, Kol. Inf. Moch Ridwan, S.I.P. ke kantor @dilans indonesia, Senin 22 Januari 2024 telah memperkaya pemahaman apa yang sedang terjadi di lapangan. Bendungan pembangkit listrik Jatiluhur diantara yang cukup parah dengan melimpahnya tambak ikan terapung yang sudah melebihi batas yang berakibat selain terganngunya debit air juga telah meningkatkan pencemaran.
Tantangannya bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik ditegakkan di kawasan ini karena sudah menjadi suatu ekosistem rantai pasok kelompok kepentingan yang telah menganggu kepentingan publik secara luas. Sungai menjadi sumber air minum untuk warga, begitupun untuk pemenuhan pasokan listrik yang bersumber dari tenaga air.
Dengan adanya program Citarum Harum yang digelindingkan Perpres 15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum berharap perbaikan terus berlanjut. Pembiarannya sudah berlangsung lama.
Refleksi masa lalu, DAS Citarum seringkali menjadi ajang intervensi kebijakan dan program yang tidak sistemik dan berkelanjutan. Termasuk penegakan hukum terhadap lebih dari 50 industri di kawasan ini, yang tidak memiliki instalasi pengolah limbah ujar Kol Inf Moch. Ridwan, S.I.P., yang juga sebagai Pamen Ahli Pangdam III/Siliwangi Bidang Sosial Budaya.
Mudah-mudahan berbagai praktik baik dan kurang baik di kawasan ini bisa menjadi pembelajaran bagi 7977 DAS yang ada di seluruh Indonesia. DILANS Indonesia berkepentingan untuk memperjuangan isu keberlanjutan, disabilitas dan inklusi sosial di setiap kawasan ini.(DAUP HERLAMBANG)